HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DAN PENGURUSANNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Harta Bersama Menurut Undang-Undang
Pasal 119
Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut
hukum terjadi harta bersama menyeluruh antarĂ suami
isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan
lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu,
selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau
diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri.
Pasal
120
Berkenaan dengan soal keuntungan, maka harta bersama
itu meliputi barang-barang bergerak dan barangbarang
tak bergerak suami isteri itu, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, juga barang-barang yang mereka peroleh
secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal terakhir ini
yang mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya
dengan tegas.
Pasal
121
Berkenaan dengan beban-beban, maka harta bersama itu
meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masmg suami
isteri, baik sebelum perkawinan mupun setelah perkawinan
maupun selama perkawinan.
Pasal
122
Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua
keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian yang diperoleh
selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian
harta bersama itu.
Pasal
123
Semua utang kematian, yang terjadi setelah seorang meninggal
dunia, hanya menjadi beban para ahli waris dan yang
meninggal itu.
BAGIAN 2
Pengurusan Harta Bersama
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)
Pasal 124
Hanya suami saja yang boleh mengurus harta bersama itu.
Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya
tanpa bantuan isterinya, kecuali dalam hal yang diatur
dalam Pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama
sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup,
baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya
atau suatu bagian atau jumlah yang tertentu dan barang-barang
bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dan
perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan
dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah
mengenai sesuatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan
untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu.
Pasal
125
Bila si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak
mungkin untuk menyatakan kehendaknya, sedangkan hal
ini dibutuhkan segera, maka si isteri boleh mengikatkan
atau memindahtangankan barang-barang dan harta bersama
itu, setelah dikuasakan untuk itu oleh Pengadilan Negeri.
BAGIAN 3
Pembubaran Gabungan Harta Bersama dan Hak untuk Melepaskan
Diri Padanya
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)
Pasal 126
Harta bersama bubar demi hukum: 1°. karena kematian;
2°. karena perkawinan atas izin hakim setelah suami
atau isteri tidak ada; 3°. karena perceraian; 4°. karena
pisah meja dan ranjang; 5°. karena pemisahan harta.
Akibat-akibat khusus dan pembubaran dalam hal-hal tersebut
pada nomor 2°, 3°, 4°, dan 5°pasal ini, diatur dalam
bab-bab yang membicarakan soal ini.
Pasal
127
Setelah salah seorang dan suami isteri meninggal, maka
bila ada meninggalkan anak yang masih di bawah umur,
pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan pendaftaran
harta benda yang merupakan harta bersama dalam waktu
empat bulan. Pendaftaran harta bersama itu boleh dilakukan
di bawah tangan, tetapi harus dihadiri oleh wali pengawas.
Bila pendaftaran harta bersama itu tidak diadakan, gabungan
harta bersama berlangsung terus untuk keuntungan si
anak yang masih di bawah umur dan sekali-kali tidak
boleh merugikannya.
Pasal
128
Setelah bubarnya harta bersama,. kekayaan bersama mereka
dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para
ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana
asal barang-barang itu. Ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta
penginggalan, berlaku terhadap pembagian harta bersama
menurut undang-undang.
Pasal
129
Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata pencaharian
salah seorang dari suami isteri itu, beserta buku-buku
dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya
surat-surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan
dengan asal usul keturunan salah seorang dari suami
isteri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu,
dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah
atau oleh ahli-ahli.
Pasal
130
Setelah pembubaran harta bersama, suami boleh ditagih
atas utang dan harta bersama seluruhnya, tanpa mengurangi
haknya untuk minta penggantian setengah dan utang itu
kepada isterinya atau kepada para ahli waris si isteri.
Pasal
131
Suami atau isteri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh
harta bersama, tidak boleh dituntut oleh para kreditur
untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak lain
dari suami atau isteri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang
itu tetap menjadi tanggungan suami atau isteri yang
telah membuatnya atau para ahil warisnya; hal ini tidak
mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi
kepada pihak yang lain atau ahli warisnya.
Pasal
132
Isteri berhak melepaskan haknya atas harta bersama;
segala perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan
ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh
menuntut kembali apa pun dari harta bersama, kecuali
kain seprai dan pakaian pribadinya. Dengan pelepasan
ini dia dibebaskan dan kewajiban untuk ikut membayar
utang-utang harta bersama. Tanpa mengurangi hak para
kreditur atas harta bersama, si isteri tetap wajib untuk
melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh
ke dalam harta bersama; hal ini tidak mengurangi haknya
untuk minta penggantian seluruhnya kepada suaminya atau
ahli warisnya.
Pasal
133
Isteri yang hendak menggunakan hak tersebut dalam pasal
yang lalu, wajib untuk menyampaikan akta pelepasan,
dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta bersama
itu, kepada paniteria Pengadilan Negeri di tempat tinggal
bersama yang terakhir, dengan ancaman akan kehilangan
hak itu (bila lalai). Bila gabungan itu bubar akibat
kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku
sejak si isteri mengetahui kematian itu.
Pasal
134
Bila dalam jangka waktu tersebut di atas isteri meninggal
dunia, sebelum menyampaikan akta pelepasan. para ahli
warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta bersama
itu dalam waktu satu bulan setelah kematian itu, atau
setelah mereka mengetahui kematian itu, dan dengan cara
seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak isteri
untuk menuntut kembali kain seprai dan pakaiannya dan
harta bersama itu, tidak dapat diperjuangkan oleh para
ahli wanisnya.
Pasal
135
Bila para ahli waris tidak sepakat dalam tindakan, sehingga
sebagian menerima dan yang lain melepaskan diri dari
harta bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat
memperoleh lebih dari bagian warisan yang menjadi haknya
atas barang-barang yang sedianya menjadi bagian isteri
itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan
tetap pada si suami, atau para ahli warisnya, yang sebaliknya
berkewajiban terhadap ahli waris yang melakukan pelepasan,
untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut
oleh si isteri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar
bagian warisan yang menjadi hak ahli waris yang melakukan
pelepasan.
Pasal
136
Isteri yang telah menarik pada dirinya tidak berhak
melepaskan diri dari harta bersama itu. Tindakan-tindakan
yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan,
tidak membawa akibat seperti itu.
Pasal
137
Isteri yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang
dan harta bersama, tetap berada dalam penggabungan meskipun
telah melepaskan dirinya; hal yang sama berlaku bagi
para ahli warisnya.
Pasal
138
Dalam hal gabungan harta bersama berakhir karena kematian
si isteri para ahli warisnya dapat melepaskan diri dari
harta bersama itu, dalam waktu dan dengan cara seperti
yang diatur mengenai si isteri sendiri.
BAB VII
PERJANJIAN KAWIN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Perjanjian Kawin pada Umumnya
Pasal 139
Para calon suami isteri dengan peranjian kawin dapat
menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai harta
bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata
susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan
pula ketentuan-ketentuan berikut.
Pasal
140
Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber
pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan
sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang
dibenikan kepada yang masih hidup paling lama. Demikian
pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang
diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala persatuan
suami isteri; namun hal ini tidak mengurangi wewenang
isteri untuk mensyaratkañ bagi dirinya pengurusan harta
kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak maupun
barang-barang tak bergerak di samping penikmatan penghasilannya
pnbadi secara bebas. Mereka juga berhak untuk membuat
perjanjian, bahwa meskipun ada golongan harta bersama,
barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku
besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat berharga
lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas nama
isteri, atau yang selama perkawinan dan pihak isteri
jatuh ke dalam harta bersama, tidak boleh dipindahtangankan
atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si isteri.
Pasal
141
Para calon suami isteri, dengan mengadakan perjanjian
perkawinan, tidak boleh melepaskan hak yang diberikan
oleh undang-undang kepada mereka atas wanisan keturunan
mereka, pun tidak boleh mengatur warisan itu.
Pasal
142
Mereka tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu
mempunyai kewajiban lebih besar dalam utang-utang daripada
bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
Pasal
143
Mereka tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata
sepintas lalu, bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur
oleh undang-undang, kitab undang-undang luar negeri,
atau oleh beberapa adat kebiasaan, undangundang, kitab
undang-undang atau peraturan daerah, yang pemah berlaku
di Indonesia.
Pasal
144
Tidak adanya gabungan harta bersama tidak berarti tidak
adanya keuntungan dan kerugian bersama, kecuali jika
hal mi ditiadakan secara tegas. Penggabungan keuntungan
dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini.
Pasal 145
Juga dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan
harta bersama, boleh ditetapkan dalani jumlah yang harus
disumbangkan oleh si isteri setiap tahun dan hartanya
untuk biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak.
Pasal
146
Bila tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil
dan pendapatan dan harta isteri masuk penguasaan suami.
Pasal
147
Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum
pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila
tidak dibuat secara demikian. Perjanjian itu akan mulai
berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan, tidak boleh
ditentukan saat lain untuk itu.
Pasal
148
Perubahan-perubahan dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum
perkawinan dilangsungkan, tidak dapat diadakan selain
dengan akta, dalarn bentuk yang sama seperi akta perjanjian
yang dulu dibuat. Lagi pula tiada perubahan yang berlaku
jika diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang yang
telah menghadiri dan dan menyetujui perjanjian kawin
itu.
Pasal
149
Setelah perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak
boleh diubah dengan cara apa pun.
Pasal
150
Jika tidak ada gabungan harta bersama, maka masuknya
barang-barang bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran
pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan surat-surat
piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara
lain daripada dengan cara mencantunikannya dalam perjanjian
kawin, atau dengan pertelaan yang ditandatangi oleh
notaris dan pihak-pihak yang bersangkutan, dan dilekatkan
pada surat ash perjanjian kawin, yang didalamnya hal
itu harus tercantum.
Pasal
151
Anak di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk
melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi persetujuan
atas segala peranjian yang boleh ada dalam perjanjian
kawin, asalkan dalam pembuatan perjanjian itu, anak
yang masih dibawah umur itu dibantu oleh orang yang
persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan.
Bila perkawinan itu harus berlangsung dengan izin tersebut
dalam Pasal 38 dan Pasal 41, maka rencana perjanjian
kawm itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu,
agar tentang hal itu dapat sekalian diambil ketetapan.
Pasal
152
Ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang
menyimpang dan harta bersarna menurut undang-undang,
seluruhnya atau sebagian, tidak akan benlaku bagi pihak
ketiga sebelum han pendaftaran ketentuan-ketentuan itu
dalam daftar umum, yang harus diselenggarakan di kepaniteraan
pada Pengadilan Negeni, yang di daerah hukumnya perkawinan
itu dilangsungkan. atau kepaniteraan di mana akta perkawinan
itu didaf tarkan, jika perkawinan berlangsung di luar
negeri.
Pasal
153
Segala ketentuan mengenai gabungan harta bersama selalu
benlaku selama tidak ada penyimpangan daripadanya, baik
yang dibuat secara tertulis, maupun secara tersirat,
dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun sifat dan cara
gabungan harta bersama diperjanjikan, isteri atau para
ahli warisnya berhak untuk melepaskan din daripadanya,
dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur dalam
bab yang lalu.
Pasal
154
Perjanjian kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan
dengan perkawinan, tidak berlaku bila tidak diikuti
oleh perkawinan.
BAGIAN 2
Gabungan Keuntungan dan Kerugian dan Gabungan Hasil
dari Pendapatan
(Tidak Berlaku Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)
Pasal 155
Bila para calon suami isteri hanya memperjanjikan, bahwa
harus ada gabungan keuntungan dan kerugian, maka persyaratan
mi menutup jalan untuk mengadakan gabungan harta bersama
secara menyeluruh menurut undang-undang dan segala keuntungan
yang diperoleh suami isteri selama perkawinan harus
dibagi antara mereka, sedangkan segala kerugian harus
dipikul bersama, bila gabungan harta bersama bubar.
Pasal
156
Masing-masmg dan suami isteri mendapat separuh keuntungan
dan memikul separuh kerugian, bila mengenai hal itu
dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan
lain.
Pasal
157
Yang dianggap sebagai keuntungan pada harta bersama
suami isteri ialah bertambahnya harta kekayaan mereka,
berdua, yang selama perkawinan timbul dan hasil harta
kekayaan mereka dan pendapatan masing-masing, dan usaha
dan kerajinan masing-masing dan dan penabungan pendapatan
yang tidak dihabiskan, yang dianggap sebagai kerugian
ialah berkurangnya harta benda itu akibat pengeluaran
yang lebih tinggi dan pendapatan.
Pasal
158
Apa saja yang diperoleh seorang suami atau isten selama
perkawinan dan warisan, wasiat atau hibah, entah berasal
dan keluarga entah dan orang lain, tidak termasuk keuntungan,
dengan tidak mengurangi ketentutan Pasal 167.
Pasal
159
Barang-barang tetap dan efek-efek yang dibeli selama
perkawinan, atas nama siapa pun juga dianggap sebagai
keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya.
Pasal
160
Naik atau turunnya harga barang salah seorang dan suami
isteri itu, tidak dihitung sebagai keuntungan atau kerugian
bersama.
Pasal
161
Perbaikan barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan
tanah, perdamparan lumpur, penanganan oleh tukang kayu
atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai keuntungan
bersama, melainkan hanya menguntungkan pemiik barang-barang
itu.
Pasal
162
Kerusakan atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran,
hanyut atau lain sebagainya, tidak termasuk kerugian
bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang
rusak atau berkurang itu.
Pasal
163
Semua utang kedua suami isteri itu bersama-sama, yang
dibuat selama perkawinan, harus dihitung sebagai kerugian
bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan salah seorang
dan suami isteri itu, tidak termasuk kerugian bersama
itu.
Pasal
164
Perjanjian, bahwa antara suami isteri hanya akan ada
gabungan penghasilan dan pendapatan saja, mengandung
arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama
secara menyeluruh menurut undangundang dan tiada pula
gabungan keuntungan dan kerugian.
Pasal
165
Barang-barang bergerak kepunyaan masing-masing suami
isteri sewaktu melakukan perkawinan, harus dinyatakan
dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau
dalam surat pertelaan yang ditandatangani oleh Notaris
dan para pihak yang berjanji, dan dilekatkan pada akta
asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum
hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan kerugian
saja yang dipersyaratkan, maupun jika dipersyaratkan
gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan
dalam Pasal 155 dan Pasal 164; tanpa bukti ini barang-barang
bergerak itu dianggap sebagai keuntungan.
Pasal
166
Adanya barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing
pihak dan suami isteri dengan pewarisan, hibah wasiat
atau hibah biasa selama perkawinan harus diperlthatkan
dengan surat pertelaan. Bila tidak ada surat pertelaan
barang-barang bergerak yang diperoleh si suami selama
perkawinan atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan
apa saja barang-barang itu dan berapa harga masing-masing,
istri itu atau para ahli warisnya berwenang untuk membuktikan
adanya dan harga barang-barang itu dengan saksi-saksi,
dan jika perlu, dengan menunjukkan bahwa umum mengetahuinya.
Pasal
167
Yang termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala
hibah wasiat atau hibah penerimaan uang tahunan, bulanan,
mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup, dan
dengan demikian tercakup kedua jenis golongan yang dibicarakan
dalam bagian ini.
BAGIAN
3
Hibah-Hibah Antara Kedua Calon Suami Isteri
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
168
Dalam mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami
isteri, secara timbal balik atau secara sepihak, boleh
memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas
diberikan, tanpa mengurangi pemotongan hibah itu sejauh
penghibahan itu kiranya akan merugikan mereka yang berhak
atas suatu bagian menurut undang-undang.
Pasal
169
Hibah-hibah itu dapat berkenaan dengan banang-barang
yang telah ada seperti yang dirinci dalam akta hibahnya,
dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta wanisan
si penghibah.
Pasal
170
Pemberian hibah-hibah demikian itu berlaku biar pun
disambut tanpa pernyataan setuju secara tegas oleh pihak
yang diberi hibah.
Pasal 171
Hibah-hibah itu dapat diberikan dengan persyaratanpersyaratan,
yang pelaksanaannya tergantung pada kehendak si penghibah.
Pasal
172
Hibah yang terdiri dan barang-barang yang telah ada
dan tertentu tidak dapat ditarik kembali, kecuali jika
tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan Hibah itu.
Pasal
173
Hibah yang mencakup seluruh atau sebagian warisan si
penghibah tidak dapat ditarik kembali, dengan pengertian,
bahwa dia tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk
dalam hibah itu, kecuali uang dalam jumlah-jumlah kecil
untuk upah, atau untuk soal-soal lain menurut pertimbangan
hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi, hibah-hibah
itu dapat ditank kembali.
Pasal
174
Hibah yang terdirii dari barang-barang yang telah ada
dan terinci secara tertentu, dan diberikan antara suami
isteri dalam perjanjian kawin, tak dapat diangap diberikan
dengan syarat, bahwa penerimaan hibah harus hidup lebih
lama danipada pemberinya, kecuali bila syarat yang dibuat
secara tegas dalam perjanjian.
Pasal
175
Tiada hibah seluruh atau sebagian dan warisan si penghibah,
yang diberikan dalam perjanjian kawin, baik yang diberikan
oleh yang seorang dan suami isteri kepada yang lain,
maupun yang diberikan secara timbal balik, akan beralih
kepada anak-anak yang lahir dan perkawinan mereka, bila
yang diberi hibah meninggal sebelum si penghibah.
BAGIAN 4
Hibah-Hibah yang Diberikan Kepada Kedua Calon Suami
Isteri atau Kepada Anak-anak dan Perkawinan Mereka
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 176
Baik dalam penjanjian kawin, maupun dengan akta Notaris
tersendiri, yang dibuat sebelum pelaksanaan perkawinan,
pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang menurut pendapat
mereka pantas diberikan kepada kedua calon suami isteri
atau kepada salah seorang dan mereka, dengan tidak mengurangi
kemungkinan untuk mengurangi hibah itu bila dengan hibah
itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut
undang-undang dirugikan.
Pasal
177
Bila hibah-hibah itu dibenkan dalam perjanjian kawin,
maka untuk berlakunya secara sah tidak perlu ada persetujuan
tegas dan yang diberi hibah; sebaliknya bila hibah itu
diberikan dengan akta tersendiri, maka hal itu tidak
mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan tegas
untuk menerima.
Pasal
178
Suatu hibah yang terdiri dan seluruh atau sebagian warisan
si penghibah, meskipun diberikan hanya untuk kedua suami
isteni atau untuk salah seorang dan mereka, selalu dianggap
diberikan untuk anak-anak dan keturunan mereka, bila
si penghibah hidup lebih lama daripada yang diberi hibah,
dan bila dalam akta tidak ditentukan lain. Hibah seperti
itu hapus, bila si penghibah hidup lebih lama daripada
anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya yang diberi
hibah.
Pasal
179
Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 169, 171, 172,
dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang dibicarakan
dalam bagian ini.
BAB VIII
GABUNGAN HARTA BERSAMA ATAU PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
180
Juga dalam perkawinan kedua dan berikutnya,menurut hukum
ada gabungan harta benda menyeluruh antara suami isteri,
bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan
lain.
Pasal
181
Akan tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila
ada anak dan keturunan dan perkawinan yang sebelumnya,
suami atau isteri yang baru, oleh percampuran harta
dan utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh
keuntungan yang lebih besar daripada jumlah bagian terkecil
yang diperoleh seorang anak atau bila anak itu telah
meninggal lebih dahulu, oleh turunannya dalam penggantian
ahli waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali
tidak boleh melebihi seperempat bagian dan harta benda
suami atau isteri yang kawin lagi itu. Anak-anak dan
perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu
terbukanya warisan dan suami atau isteni yang kawm lagi
berhak menuntut pemotongan atau pengurangan; dan apa
yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam
warisan itu.
Pasal
182
Suami atau isteri, yang mempunyai anak-anak dan perkawinan
yang terdahulu dan melakukan perkawinan berikutnya,
tidak boleh menyediakan kepada suami atau isteri yang
baru, dengan perjanjian kawin itu, keuntungan-keuntungan
yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum
ini.
Pasal
183
Suami isteri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku
saling memberi hibah lebih daripada yang diperkenankan
dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang
diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan
kepada orang-orang perantara, adalah batal.
Pasal
184
Yang dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara
ialah hibah yang diberikan oleh seorang suami atau isteri
kepada semua anak atau salah seorang anak dan perkawinan
terdahulu isteri atau suaminya, demikian pula hibah
yang diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan
pada waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi warisan
isteri atau suami penghibah itu, meskipun suami atau
isteri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama
dan penerima hibah.
Pasal
184a
Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami isteri yang kawin
kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi anakanak
atau keturunan dan perkawinan mereka yang terdahulu.
Pasal
185
Juga jika ada anak-anak dan perkawinan yang dulu, maka
keuntungan dan kerugian harus dibagi rata antara suami
isteri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan
atau diubah oleh perjanjian kawin.
BAB IX
PEMISAHAN HARTA BENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
186
Selama perkawinan, si isteri boleh mengajukan tuntutan
akan pemisahan harta benda kepada Hakim, tetapi hanya
dalam hal-hal:
1º. bila suami, dengan kelakuan buruk memboroskan barang-barang
dan gabungan harta bersama, dan membiarkan rumah tangga
terancam bahaya kehancuran.
2°. bila karena kekacaubalauan dan keburukan pengurusan
harta kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan
isteri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak
isteri akan hilang, atau jika karena kelalaian besar
dalam pengurusan harta perkawinan si isteri, harta itu
berada dalam keadaan bahaya. Pemisahan harta benda yang
dilakukan hanya atas persetujuan bersama adalah batal.
Pasal
187
Tuntutan akan pemisahan harta benda harus diumumkan
secara terbuka.
Pasal
188
Orang yang berpiutang kepada si suami dapat ikut campur
dalam penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan
pemisahan harta benda itu.
Pasal
189
Putusan Hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan
harta benda itu, sebelum pelaksanaannya, harus diumumkan
secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya
bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. Putusan
tentang dikabulkannya pemisahan harta benda itu, dalam
hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut,
terhitung dari hari gugatan diajukan.
Pasal
190
Selama penyidangan, isteri boleh melakukan tindakan-tindakan,
dengan seizin Hakim, untuk menjaga agar barang-barangnya
tidak hilang atau diboroskan si suami.
Pasal
191
Keputusan di mana pemisahan harta benda diizinkan, hapus
menurut ukum, bila hal itu tidak dilaksanakan secara
sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti
yang ternyata dan akta otentik tentang itu; atau bila
dalam waktu satu bulan setelah putusan itu memperoleh
kekuatan hukum tetap, si isteri tidak mengajukan tuntutan
untuk pelaksanaannya kepada Hakim dan tidak melanjutkan
penuntutan secara teratur .
Pasal
192
Para kreditur si suami yang tidak turut campur dalam
penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun
hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka dengan
adanya pelaksanaan itu, secara sengaja dirugikan.
Pasal
193
Meskipun ada pemisahan harta benda, si isteri wajib
memberi sokongan untuk biaya rumah tangga dan pendidikan
anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan
dengan si suami, menurut perbandingan antara harta si
isteri dan harta si suami. Bila si suami ada dalam keadaan
tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si isteri
saja.
Pasal
194
Isteri yang berpisah harta benda dengan suaminya, memperoleh
kembali kebebasan untuk mengurusnya, dan meskipun ada
ketentuan-ketentuan Pasal 108, dia dapat memperoleh
izin umum dan hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya.
Pasal
195
Suami tidak bertanggung jawab kepada isterinya, bila
si isteri setelah berpisah harta bendanya, telah lalai
untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan
barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin
yang diperolehnya dan Hakim, kecuali bila si suami ikut
membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila dapat dibuktikan,
bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah
dipergunakan untuk kepentingan suami.
Pasal
196
Gabungan harta benda yang tetah dibubarkan, dapat dipulihkan
kembali atas persetujuan kedua suami isteri. Persetujuan
yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta
otentik.
Pasal
197
Bila gabungan harta bersama itu telah pulih kembali,
barang-barangnya dikembalikan ke keadaan semula, seakan-akan
tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban
si isteri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya
selama waktu sejak pemisahan sampai dengan pemulihan
kembali gabungan harta bersama itu. Segala perjanjian
yang oleh suami isteri itu dipergunakan untuk memulihkan
kembali gabungan harta bersama itu dengan syarat-syarat
yang semula, adalah batal.
Pasal
198
Suami isteri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali
gabungan harta bersama itu secara terbuka. Selama pengumuman
seperti itu seperti itu belum dilaksanakan, suami isteri
itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan
gabungan harta bersama itu dengan pihak-pihak ketiga.
BAB X
PEMBUBARAN PERKAWINAN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN 1
Pembubaran Perkawinan pada Umumnya
Pasal 199
Perkawinan bubar:
1°. oleh kematian;
2°. oleh tidak hadirnya si suami atau si isteri selama
sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru isteri
atau suaminya. sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian
5 Bab 18;
3°. oleh keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjang
dan pendaftaran Catatan Sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian 2 bab ini;
4°. oleh perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian 3 bab ini.
BAGIAN 2
Pembubaran Perkawinan Setelah Pisah Meja dan Ranjang
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 200
Bila suami isteri pisah meja dan ranjang, baik karena
salah satu alasan dan alasan-alasan yang tercantum dalam
pasal 233, maupun atas permohonan kedua belah pihak,
dan perpisahan itu tetap berlangsung selama lima tahun
penuh tanpa perdamaian antara kedua belah pihak. maka
mereka masing-masing bebas untuk menghadapkan pihak
lam ke pengadilan, dan menuntut agar perkawinan mereka
dibubarkan.
Pasal
201
Tuntutan itu harus segera ditolak, bila pihak tergugat,
setelah tiga kali dan bulan ke bulan dipanggil ke Pengadilan
tidak muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan perlawanan
terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk
berdamai dengan pihak lawan.
Pasal
202
Bila pihak tergugat menyetujui tuntutan, Pengadilan
Negeri harus memerintahkan, agar suami isteri itu secara
pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim
anggota, yang akan berusaha mendamaikan mereka. Bila
usaha itu tidak berhasil, Hakim harus memerintahkan
untuk kembali lagi, paling cepat tiga bulan dan paling
lambat enam bulan setelah pertama kali menghadap. Bila
ada alasan yang sah untuk tidak menghadap maka anggota
atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke rumah
suami isteri itu. Bila salah seorang dari suami isteri,
atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar daerah
hukum Pengadilan Negeri yang kepadanya permohonan diajukan,
maka Pengadilan Negeri itu boleh meminta Pengadilan
Negeri yang di daerah hukumnya kedua suami isteri itu
bertempat tinggal untuk melakukan tindakan-tindakan
tersebut dalam tiga alinea terdahulu. Pengadilan Negeri
ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan
yang dilakukannya dan segera mengirimkannya kepada Pengadilan
Negeri tersebut pertama. Bila salah seorang dan suami
isteri, atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar
Indonesia, Pengadilan Negeri boleh meminta kepada seorang
pejabat Pengadilan di negara tempat mereka berdiam,
untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam alinea
satu dan dua, atau memerintahkannya kepada Pegawai Perwakilan
Indonesia di tempat tinggal suami isteri itu. Berita
Acara mengenai hal itu dikirimkan kepada Pengadilan
Negeri itu.
Pasal
203
Bila pertemuan yang kedua ternyata tidak berhasil juga,
maka setelah mendengar penuntut umum, Pengadilan Negeri
harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu,
jika segala persyaratan acara telah dipenuhi seperti
yang dikemukakan di atas. Namun demikian, setelah mengadakan
pemeriksaan Pengadilan Negeri bebas untuk menangguhkan
putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih
ada kemungkinan untuk berdamai.
Pasal
204
Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini boleh dimintakan
banding kepada Hakim yang lebih tinggi selambat-lambatnya
dalam waktu satu bulan.
Pasal
205
Perkawinan itu dibubarkan oleh putusan tersebut dan
pendaftarannya dalam daftar-daftar Catatan Sipil. Pendaftarannya
harus dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan
dengan ancaman hukuman seperti yang ditentukan dalam
Pasal 221 tentang perceraian.
Pasal
206
Pembubaran perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat
yang diatur dalam Pasal 222 sampai dengan Pasal 228
dan Pasal 231 yang berdasarkan Pasal 246 juga berlaku
terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi
syarat-syarat, yang berdasarkan permufakatan berkenaan
dengan pasal 237, telah ditetapkan oleh suami isteri
itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak. Pada waktu memutuskan pisah
meja dan ranjang itu, Hakim mengangkat salah seorang
dan antara orangtua yang telah melakukan kekuasaan orang
tua sebagai wali. Atas permohonan kedua orangtua atau
salah seorang dan mereka, Pengadilan Negeri berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pembubaran perkawinan
mempunyai kekuatan hukum yang pasti, boleh mengubah
penetapan yang telah diberikan berdasarkan alinea yang
lalu, dan persyaratan-persyaratan terhadap anak-anak
seperti yang termaksud dalam alinea pertama, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah para orangtua, wali
pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak
yang masih dibawah umur. Boleh dinyatakan, bahwa penetapan
ini dapat segera dilaksanakan, meskipun ada perlawanan
atau banding dengan atau tanpa jaminan. Pemeriksaan
terhadap orangtua dan wali pengawas yang bertempat tinggal
di luar daerah hukum Pengadilan Negeri itu, boleh dilimpahkan
kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal atau tempat
kediaman mereka, yang akan menyampaikan berita acara
tentang hal itu kepada Pengadilan Negeri tersebut pertama.
Pemanggilan para orangtua dan wali pengawas dilakukan
dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333
terhadap keluarga sedarah dan semenda. Mereka dapat
mewakilkan diri dengan cara seperti yang ditentukan
dalam Pasal 334. Salah satu dari kedua orangtua yang
tidak mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap
atas panggilan boleh mengadakan perlawanan dalam waktu
tiga puluh han setelah suatu penetapan atau suatu akta
yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan
penetapan itu, disampaikan kepada orangtua itu sendiri,
atau setelah dia melakukan suatu perbuatan yang tak
dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah mengerti
tentang penetapan itu atau tentang pelaksanaannya yang
dimulai. Orangtua yang permohonannya telah ditolak,
dan orangtua yang kendati melakukan perlawanan telah
dinyatakan salah, demikian pula yang perlawanannya telah
ditolak, boleh mohon banding dalam waktu tiga puluh
hari setelah keputusan diucapkan. Bila anak yang belum
dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang
yang berdasarkan salah satu ketentuan pasal ini ditugaskan
menjadi wali, maka dalam putusan itu atau dalam penetapan
harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan
alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima Pasal 319h
berlaku terhadap hal ini.
Pasal
206a
Dalam kenyataan pemutusan atau pada pengubahan seperti
yang dimaksud dalam alinea ketiga Pasal 206b, bila ada
ketakutan yang beralasan, jangan-jangan orangtua yang
tidak diserahi tugas perwalian tidak akan memberi cukup
bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anakanak yang
belum dewasa, Pengadilan Negeri dapat pula memberi perintah
tersebut dalam Pasal 230b, dengan cara dan dengan akibat-akibat
seperti yang yang ditentukan dalam pasal itu. Dalam
hal tidak ada perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut
pembayaran itu kepada pengadilan, setelah penetapan
pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar
Catatan Sipil.
Pasal
206b
Ketentuan Pasal 232a berlaku juga bagi orang-orang yang
kawin kembali satu sama lain, setelah perkawinan mereka
yang dahulu dibubarkan sesuai dengan pasal-pasal sebelum
ini.
BAGIAN 3
Perceraian Perkawinan
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal 207
Gugatan perceraian perkawinan harus diajukan kepada
Pengadilan Negeri yang di daerah hukumnya si suami mempunyai
tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan permohonan
termaksud dalam Pasal 831 Reglemen Acara Perdata atau
tempat tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai
tempat tinggal pokok. Jika pada waktu mengajukan surat
permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai
tempat tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya
di Indonesia, maka gugatan itu hams diajukan kepada
Pengadilan Negeri tempat kediaman si isteri yang sebenarnya.
Pasal
208
Perceraian perkawman sekali-kali tidak dapat terjadi
hanya dengan persetujuan bersama.
Pasal
209
Dasar-dasar yang dapat berakibat perceraian perkawinan
hanya sebagai berikut:
1°. zina;
2°. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad
buruk;
3°. dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman
yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan perkawinan;
4°. pencederaan berat atau penganiayaan, yang dilakukan
oleh salah seorang dan suami isteri itu terhadap yang
lainnya sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan
jiwa, atau mendatangkan luka-luka yang berbahaya.
Pasal
210
Bila salah seorang dan suami isteri itu dengan keputusan
Hakim dikenakan hukuman karena telah berzina, maka untuk
mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan
surat putusan itu disampaikan kepada Pengadilan Negeri
dengan surat keterangan, bahwa putusan itu telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti. Ketentuan ini berlaku juga,
bila perceraian perkawinan ini dituntut karena si suami
atau si isteri dikenakan hukuman penjara lima tahun
atau hukuman yang lebih berat.
Pasal
211
Dalam hal perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama
dengan itikad buruk, demikian pula dalam hal perubahan
tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya,
yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan,
tuntutan perceraian perkawinan itu boleh juga diajukan
kepada Pengadilan di tempat tinggal bersama yang terakhir.
Tuntutan akan perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan
tempat tinggal bersama dengan itikad buruk hanya dapat
dikabulkan, bila yang meninggalkan tempat tinggal bersama
tanpa alasan sah, tetap menolak untuk kembali kepada
suami atau isterinya. Tuntutan itu tidak boleh dimulai
sebelum lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau
isteri itu meniitggalkan tempat tinggal bersama mereka.
Bila kepergian itu mempunyai alasan yang sah, jangka
waktu lima tahun itu akan dihitung sejak berakhirnya
alasan itu.
Pasal
212
Isteri itu, baik sebagai penggugat untuk perceraian
maupun sebagai tergugat, dengan izin Hakim boleh meninggalkan
rumah suaminya selama berlangsungnya persidangan. Pengadilan
Negeri akan menunjuk rumah di mana isteri itu harus
tinggal.
Pasal
213
Isteri itu tidak berhak untuk menuntut tunjangan nafkah,
yang setelah ditentukan Hakim harus dibayar oleh si
suami kepada isterinya selama berlangsungnya perkara
itu. Bila isteri itu, tanpa izin Hakim, meninggalkan
tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung
pada keadaan, dia boleh diberi hak lagi untuk menuntut
tunjangan, bahkan bila dia adalah penggugat, dia dapat
dinyatakan tidak dapat diterima untuk melanjutkan tuntutan
hukumnya.
Pasal
214
Pengadilan Negeri, selama persidangan masih berjalan,
bebas untuk mencabut pelaksanaan kekuasaan orangtua
untuk sementara seluruhnya atau sebagaian, dan sejauh
dianggap perlu, memberikan wewenang-wewenang yang demikian
atas din dan barang-barang anak-anak kepada pihak lain
antara orangtua itu, atau kepada orang yang ditunjuk
Pengadilan Negeri, atau kepada dewan perwalian. Terhadap
penetapan-penetapan mi tidak diperkenankan memohon banding.
Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai putusan
yang menolak gugatan perceraian mernperoleh kekuatan
hukum yang pasti; dalam hal gugatan diterima, penetapan-penetapan
itu tetap berlaku sampai satu bulan berlalu, setelah
penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk
mengatur soal perwalian memperoleh kekuatan hukum yang
pasti. Mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan sesuai
dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan kedelapan
Pasal 319f.
Pasal
215
Hak-hak si suami mengenai pengurusan harta si isten
tidak terhenti selama perkara berjalan, hal ini tidak
mengurangi wewenang si isteri untuk melindungi haknya,
dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang ditunjukkan
dalam ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata. Semua
akta si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si isteri
adalah batal.
Pasal
216
Hak untuk menuntut perceraian perkawinan gugur jika
terjadi perdamaian suami isteri, entah perdamaian itu
terjadi setelah si suami atau si isteri mengetahui perbuatan-perbuatan
yang sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat,
entah setelah gugatan untuk perceraian dilakukan. Undang-undang
menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si
isteri tinggal bersama lagi setelah isteri dengan izin
Hakim meninggalkan runiah kediaman mereka bersama.
Pasal
217
Suami atau isteri, yang mengajukan gugatan baru atas
dasar suatu sebab baru yang timbul setelah perdamaian,
boleh mepergunakan alasan-alasan yang lama untuk mendukung
gugatannya.
Pasal
218
Gugatan untuk perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan
tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, gugur bila
suami atau isteri, sebelum diputuskan perceraian, kembali
ke rumah kediaman bersama. Namun bila setelah sebab
yang sah, pihak lain oleh memulai gugatan baru untuk
perceraian perkawinan enam bulan setelah kepergian itu,
dan boleh menggunakan alasanalasan lama untuk mendukung
gugatannya. Dalam hal itu, gugatan perceraian perkawinan
tidak akan gugur bila pihak yang meninggalkan tempat
tinggal bersama itu kembali sekali lagi.
Pasal
219
Dalam kedua hal yang diatur dalam Pasal 210, suanu atau
isteri yang membiarkan lampau waktu enam bulan terhitung
dari hari putusan Hakim mendapatkan kekuatan hukum yang
pasti, tidak dapat diterima lagi untuk memulai gugatan
perceraian perkawinan. Bila salah seorang dan suami
isteri itu berada di luar negeri pada waktu pihak yang
lain mendapat putusan hukuman, maka jangka waktu yang
ditetapkan adalah enam bulan dihitung mulai dari hari
kembalinya ke Indonesia.
Pasal
220
Gugatan
untuk perceraian gugur, bila salah seorang dan kedua
suami isteri meninggal sebelum ada putusan.
Pasal
221
Perkawinan dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran
perceraian yang ditetapkan dengan putusan itu dalam
daftar-daftar Catatan Sipil. Pendaftaran itu harus dilakukan
atas permohonan kedua suami isteri atau salah seorang
dan mereka di tempat pendaltaran perkawinan itu. Jika
perkawinan itu dilaksanakan di luar Indonesia, maka
pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar Catatan
Sipil di Jakarta. Pendaftaran itu harus dilakukan dalam
jangka waktu enam bulan, terhitung dari hari putusan
itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Bila pendaftaran
itu tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan
putusan perceraian itu hapus, dan perceraian tidak dapat
dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang sama.
Pasal
222
Suami atau isteri yang gugatannya untuk perceraian perkawinan
dikabulkan, boleh menikmati keuntungan-keuntungan yang
dijanjikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan
perkawinan mereka, sekalipun keuntungan-keuntungan itu
dijanjikan secara timbal balik.
Pasal
223
Sebaliknya, suami atau isteni yang dinyatakan kalah
dalam putusan perceraian itu, kehilangan semua keuntungan
yang dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan
dengan perkawinan mereka.
Pasal
224
Dengan berlakunya perceraian perkawinan, keuntungan-keuntungan
yang dijanjikan akan keluar setelah kematian salah seorang
dan suami isteni itu, tidak segera dapat dituntut, pihak
yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan,
baru boleh mempergunakan haknya akan keuntungan-keuntungan
itu setelah pihak lawannya meninggal.
Pasal
225
Bila suami atau isteri, yang atas permohonannya dinyatakan
perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi
untuk biaya penghidupan, maka Pengadilan Negeri akan
menetapkan pembayaran tunjangan hidup baginya dan harta
pihak yang lain.
Pasal
226
Dihapus dengan 5. 1938-622.
Pasal
227
Kewajiban untuk memberi tunjangan hidup terhenti dengan
kematian si suami atau si isteri.
Pasal
228
Tunjangan-tunjangan yang dijanjikan oleh pihak ketiga
dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar kepada
si suami atau si isteri yang mendapat janji untuk kepentingannya.
Pasal
229
Setelah memutuskan perceraian, dan setelah mendengar
atau memanggil dengan sah para orangtua atau keluarga
sedarah atau semenda dan anak-anak yang dibawah umur,
Pengadilan Negeri akan menetapkan siapa dan kedua orangtua
akan melakukan perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali
jika kedua orangtua itu dipecat atau dilepaskan dan
kekuasaan orangtua, dengan mengindahkan putusan-putusan
Hakim terdahulu yang mungkin memecat atau elepas mereka
dan kekuasaan orangtua. Penetapan ini tidak berlaku
sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu memperoleh
kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan
pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan
atau banding. Terhadap penetapan ini, bapak atau ibu
yang tidak diangkat menjadi wali boleh melakukan perlawanan,
bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam
alinea pertama. Perlawanan ini harus dilakukan dalam
waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan
kepadanya. Bapak atau ibu yang setelah hadir atas panggilan
tidak diangkat menjadi wali,atau yang perlawanannya
ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termasuk
dalam alinea kedua, dapat naik banding mengenai penetapan
itu. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan
para orangtua.
Pasal
230
Atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan perceraian
perkawinan memperoleh kekuatan hukum yang pasti, maka
Pengadilan Negeni berkuasa untuk mengubah penetapan-penetapan
yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang
lalu atas permohonan kedua orangtua atau salah seorang
setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orangtua,
para wali pengawas dan keluarga sedarah atau semenda
anak-anak yang di bawah umur. Penetapan-penetapan ini
boleh dinyatakan dapat dilaksanakan dengan segera meskipun
ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan.
Ketentuan alinea keempat dan kelima Pasal 206 berlaku
terhadap hal ini.
Pasal
230a
Bila anak-anak yang di bawah umur belum berada dalam
kekuatan nyata seseorang berdasarkan Pasal 230 atau
229 ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan bapak
ibu atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak
itu berdasarkan Pasal 214 alinea pertama, maka dalam
penetapan itu juga harus diperintahkan penyerahan anak-anak
itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat
dan kelima Pasal 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal
230b
Pada penetapan dalam alinea pertama Pasal 229, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah seperti yang dimaksud
dalam alinea itu dan setelah mendengar dewan perwalian,
bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orangtua
yang diserahi tugas perwalian, tidak akan memberikan
tunjangan secukupnya untuk biaya hidup dan pendidikan
anak-anak yang masih di bawah umur, Pengadilan Negeri
boleh memerintahkan juga, bahwa orangtua itu untuk biaya
hidup dan pendidikan anak tiap-tiap tiga bulan akan
membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang
dalam pada itu ditentukan. Ketentuan-ketentuan ahnea
kedua, ketiga dan keempat Pasal 229 berlaku juga terhadap
perintah ini.
Pasal
230c
Bila tidak ada perintah seperti yang dimaksud dalam
alinea pertama pasal sebelum ini, dewan perwalian boleh
menuntut pembayaran tunjangan itu lewat Pengadilan,
setelah putusan tentang perceraian perkawinan itu didaftarkan
dalam daftar-daftar catatan sipil. 230d. Dihapus dengan
S. S. 1938-622.
Pasal
231
Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan
anak-anak yang lahir dan perkawinan itu kehilangan keuntungan-keuntungan
yang telah dijaminkan bagi mereka oleh undang-undang,
atau oleh perjanjian perkawinan orangtua mereka. Akan
tetapi anak-anak itu tidak boleh menuntutnya, selain
dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang sama seakan-akan
tidak pernah terjadi perceraian perkawinan.
Pasal
232
Bila suami isteri yang bercerai itu dahulu kawin dengan
gabungan harta bersama, pembagian harta harus dilakukan
berdasarkan dan dengan cara seperti yang ditentukan
dalam Bab VI.
Pasal
232a
Bila suami isteri itu kawin kembali satu sama lain,
semua akibat perkawinan itu menurut hukum dengan sendirinya
timbul kembali, seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian.
Namun hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya
perbuatan-perbuatan yang sekiranya telah dilakukan terhadap
pihak-pihak ketiga selama waktu antara perceraian itu
dengan perkawinan baru, dan tidak mengurangi kelanjutan
berlakunya penetapan-penetapan Hakim, yang sekiranya
telah memecat atau melepaskan suami isteri itu dan perwalian
atas anak-anak mereka sendiri, penetapan-penetapan mana
harus dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dan
kekuasaan orangtua. Segala persetujuan antara suami
isteri yang bertentangan dengan ini adalah batal.