Tuesday 13 December 2011

NARCOTICS

PENANGANAN PERKARA NARKOTIKA DI TINGKAT PENYIDIKAN S/D PENUNTUTAN
CONTOH KASUS :
Seorang ibu yang anaknya terlibat dalam penyalahgunaan Narkotika, secara garis besar langkah-langkah yang dapat diambil :
1. Jika anak tersebut terlibat dalam penyalahgunaan narkotika namun belum menjalani proses penyidikan di kepolisian :
- Si ibu dapat melaporkan anaknya atau anak dapat melaporkan diri sendiri pada instansi yang ditunjuk oleh pemerintah agar dapat menjalani rehabilitasi medis dan sosial serta pengobatan dan atau perawatan ( mengacu pada pasal 55 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ).
2. Jika anak tersebut tertangkap tangan oleh pihak kepolisian sedang membeli atau mengkonsumsi narkotika dan diproses oleh yang berwajib :
- Pihak keluarga dapat meminta pertolongan oleh seorang Penasehat Hukum agar dapat mendampingi anak tersebut untuk menangani perkara si anak agar dapat menjalani proses rehabilitasi untuk pecandu narkotika sesuai peraturan perundangan yang berlaku ( Pasal 127 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ).
Pelaksanaan :
Penasehat hukum mendampingi anak ( tersangka ) dalam menjalani proses penyidikan di tingkat kepolisian dengan terus menerus melakukan supervisi ( pengawasan terhadap proses hukum yang sedang berlangsung ), dengan cara melakukan mediasi dengan pihak kepolisian terhadap kelanjutan perkara tersangka yaitu sbb:
- Meyakinkan pihak penyidik yaitu bahwasanya si anak ( tersangka ) adalah murni sebagai pemakai dan bukan pengedar yang menyediakan narkotika kepada orang lain ( berdasarkan keterangan yang diberikan tersangka dalam berita acara pemerikisaan ).
- Apabila sudah terdapat bukti awal yaitu bahwasanya anak tersebut adalah murni sebagai pemakai atau penyalahguna, maka wajib bagi penyidik untuk mencantumkan pasal pengguna yaitu pasal 127 UU.No.35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pasal Subsider selain pasal Primer yaitu pasal 114, pasal 112/pasal 111 UU.No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.
- Kadangkala pihak kepolisian meminta imbalan terhadap “jasa” mencantumkan pasal 127 tersebut, disebabkan karenan ke awaman para pencari keadilan tentang hukum positif yang berlaku, maka cenderung para keluarga tersangka memenuhi permintaan oknum aparat tersebut untuk memberikan sejumlah uang atas jasa tersebut, padahal yang sebenarnya menurut hukum positif yang berlaku di negara kita yaitu tentang narkotika pada khususnya, seorang tersangka wajib mendapatkan perlakuan yang adil mengenai perkara yang sedang dijalaninya yaitu menurut Instruksi Jaksa Penuntut Umum sudah seharusnya pasal 127 tersebut dicantumkan/ditambahkan pada BAP ( Berita Acara Pemeriksaan ),apabila ditemukan bukti permulaan yang cukup bahwa anak/tersangka tersebut adalah murni seorang pemakai dan bukan pengedar seperti yang terdapat pada pasal 114 dan 112/111 UU. No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

No comments: