Wednesday 11 April 2012

Gugatan Wanprestasi

Kepada Yth,
Bapak Ketua Pengadilan Negeri Jakarta …………………….
di Jakarta
Hal : Gugatan Wanprestasi

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama klien kami ……………………… …………………………………………Advokat dan pembela Umum yang tergabung dalam …………………………………………….., berdasarkan surat kuasa khusus (terlampir), dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama:
1. Nama :
Alamat :

Dengan ini mengajukan Gugatan Wanprestasi terhadap :
1. ……………………, beralamat di Jl. ……………………. Jakarta ………………., untuk selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT-I.
2. ……………………, berlamat di Jln. ………………………. Jakarta ……….., dan untuk selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT-II.

DALAM POSITA

Adapun alasan, dalil serta landasan yuridis Penggugat untuk mengajukan gugatan ini adalah sebagai berikut :
1. Bahwa, Tergugat-II, semula adalah Direktur Utama dari Tergugat-I, yang bergerak di bidang ……………………… yang menjalankan kegiatan usaha antara lain berupa ………. dengan cara cicilan/angsuran untuk pembelian …………………… berdasarkan kontrak atau perjanjian lainnya.
2. Bahwa, Tergugat-II ………………………………………………………………………………………………………………………………..
3. Bahwa, Tergugat-I melalui Tergugat-II dalam beberapa kali presentasi dengan begitu meyakinkan, apalagi Tergugat disamping sebagai Direksi Perusahaan tersebut bersama-sama dengan pemegang saham lainnya menjamin usaha tersebut dengan jaminan harta kekayaan pribadinya masing-masing (Bukti-P.1).
4. Bahwa, karena prospek usaha ………………… nampak baik pada waktu itu dan ada jaminan yang diberikan tersebut di atas, maka Penggugat dan Tergugat-I yang diwakili oleh Tergugat-II sepakat mengikatkan dirinya untuk terikat dalam kontrak Perjanjian Kredit No. ………………………. sebesar Rp. 0.000.000.000,- (0 milyar Rupiah) tanggal ……………………… yang telah disahkan oleh Notaris ……………………… dibawah No. ……………… (”Perjanjian Kredit”) (Bukti-P.2) dan Perjanjian Pengalihan Hak (cessie) Tagihan tanggal ……………………. yang telah disahkan oleh Notaris ………………………….. dibawah No…………….. (Bukti-P.3).
5. Bahwa, sejak Perjanjian Kredit ditandatangani, maka terlihat kegiatan usaha Perusahaan berkembang baik, bahkan usaha Tergugat-I menunjukkan terdapat banyak peningkatan jumlah nasabahnya, karena itu Perusahaan memerlukan tambahan biaya lagi. Bahwa karena hal tersebut, maka tahun …………… berturut-turut Penggugat mengucurkan dana lagi kepada Tergugat-I yaitu sebagai berikut :
a. Perubahan Perjanjian Kredit (penambahan plafond) No………… tanggal ……………(Perubahan I), dimana plafond kredit ditambah Rp. 0.000.000.000,- (0milyar Rupiah) lagi sehingga jumlah kredit yang diterima Tergugat setelah Perubahan I menjadi sebesar Rp. 00.000.000.000,- (00 milyar Rupiah); [bukti-P.4]
b. Perubahan Perjanjian Kredit (penambahan plafond) No………………. tanggal ………………….. (Perubahan II), dimana plafond kreditnya ditambah Rp. 0.000.000.000,- (0 milayar Rupiah) lagi sehingga jumlah kredit yang diterima Tergugat setelah Perubahan II menjadi sebesar Rp. 00.000.000.000,- (0 miiyar Rupiah);(Bukti-P.5)
c. Perubahan Perjanjian Kredit (penambahan plafond) No…………. tanggal ………….. (Perubahan III), dimana plafond kreditnya ditambah Rp.0.000.00.0.000,- (0 milyar Rupiah) lagi sehingga jumlah kredit yang diterima Tergugat setelah Perubahan III menjadi sebesar Rp. 0.000.000.000,- (0 milyar Rupiah). (Bukti P.6)
6. Bahwa, sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian Kredit pada butir …………..diatas telah disepakati sebagai berikut bahwa “……………………………………………………………………….. …………………………………..;
7. Bahwa Para Tergugat kemudian secara diam-diam merubah anggaran dasar Perseroan tanpa seizin tertulis Penggugat pada tanggal ……………….., tindakan Para Tergugat ini jelas bertentangan dengan butir …….. Perjanjian Kredit (vide Bukti P. 2).
8. Bahwa, karena Perjanjian Kredit tersebut telah disepakati antara Penggugat dengan Tergugat yang waktu itu berkapasitas sebagai pihak yang mewakili Perusahaan, karenanya sesuai dengan Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Perjanjian Kredit tersebut harus ditaati oleh kedua pihak. Oleh karena itu tindakan perubahan anggaran dasar tanpa ada persetujuan tertulis dari Penggugat, adalah batal demi hukum.
9. Bahwa, kemudian diketahui setelah pengalihan Dewan Direksi tersebut dimaksudkan agar Tergugat-II tidak bertanggung jawab lagi ………………………………………………………..
10. Bahwa, ternyata setelah dilakukan pemeriksaan keuangan oleh Penggugat, dana kredit yang telah Penggugat berikan tidak dapat di-per-tanggung-jawab-kan lagi oleh Tergugat II, yang pada waktu itu berkapasitas sebagai Direktur Utama dari Tergugat- I, karena nampak berusaha untuk mengalihkan tanggung jawabnya pada pihak lain.
11.Bahwa, setelah Penggugat berkali-kali menghubungi para Tergugat untuk menyelesaikan tanggung jawab pengembalian kredit tersebut, ternyata tidak ada tanggapan yang baik dari Tergugat-I dan Tergugat-II untuk menyelesaikan.
12.Bahwa, Penggugat pada tanggal …………….. mendapat surat pemberitahuan dari 2 (dua) orang pemegang saham Perusahaan yang pada pokoknya menyatakan bila Tergugat-II adalah penanggung jawab dalam Perusahaan (vide bukti P. 7) .

13. Bahwa, wajar bila Penggugat dalam hal ini hanya menuntut tanggung jawab Tergugat-II karena dalam penandatanganan Perjanjian Kredit, segala perubahan Perjanjian Kredit, dan Perjanjian pengalihan Hak (cessie) Tagihan (vide bukti P.2 s/d P.6) dilakukan Tergugat-II, demikian pula pengelolaan uang dari tanggal ………………. sampai dengan tanggal …………….. berada dalam tanggung jawab Tergugat-II, sedangkan gugatan terhadap pengurus atau pemegang saham lain akan dilakukan dalam gugatan tersendiri.

14.Bahwa dengan demikian dalam penandatanganan Perjanjian Kredit tersebut maupun pengelolaan keuangan pada waktu itu berada dalam tanggung jawab Tergugat-II dan telah terbukti bahwa Tergugat-II telah lalai dalam menjalankan kewajibannya. Maka sesuai dengan ketentuan Pasal ………ayat ………dan ……..Undang-Undang No. ………. tentang ……………….., Tergugat-II dapat dituntut untuk bertanggung jawab penuh secara pribadi.
15. Bahwa kerugian akibat kredit macet yang diderita Penggugat per tanggal ………………………………………… dengan perincian sebagai berikut:
• … ……………………………….
• … ………………………………
• … ………………………………


16. Bahwa, karena ada jaminan pribadi dari Tergugat-II (vide P.1) dan dengan adanya surat dari pemegang saham lainnya (vide P.7) dimana pengurusan dari pengelolaan pinjaman kredit pada waktu itu berada ditangan Tergugat-II, maka secara hukum baik Tergugat-I maupun Tergugat-II bertanggung jawab secara tanggung renteng.
17. Bahwa, untuk menjamin agar gugatan ini tidak sia-sia dan guna menghindari usaha tergugat untuk mengalihkan hartanya pada pihak lain, maka Penggugat mohon agar dapat dilakukan sita jaminan terhadap:

a. Sebidang tanah dan bangunan____________(milik Tergugat-I);
b. Sebidang tanah dan bangunan terletak di Jl. ………….Jakarta ………………. yang terdaftar di Kantor Pertanahan Jakarta ………….. atas nama Tergugat-II;
c. Sebidang tanah dan bangunan terletak di Jln……………. Jakarta …………. yang terdaftar di Kantor Pertanahan Jakarta ………….atas nama Tergugat-II.
18.Bahwa, karena gugatan ini didukung bukti-bukti yang otentik, maka Penggugat mohon agar putusan perkara ini dapat dijalankan lebih dulu walau ada banding, kasasi maupun verzet (iut voerbaar bij -voorraad).
19. Bahwa, wajar pula bila Penggugat membebankan adanya uang paksa (dwangsom) yang harus dibayar Tergugat bila lalai dalam melaksanakan putusan ini yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu sebesar Rp. …..000.000,- (0 juta) per hari.
PETITUM
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka Penggugat dengan segala kerendahan hati mohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berkenan untuk memutuskan sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan wanprestasi;

3. Menyatakan secara hukum Tergugat sebagai salah satu pemegang saham yang turut bertanggung jawab secara pribadi atas Perjanjian Kredit (berikut segala perubahannya dan perjanjian yang terkait (vide P.2 s.d. P.6) yang dibuat antara Perusahaan dengan Penggugat;

4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.____________ kepada Penggugat secara tunai;
5. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah dilakukan;
6. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dulu walau ada banding, kasasi, maupun verzet (iut voerbaar bij voorraai);

7. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp. seratus juta Rupiah per.hari bila Ialai dalam melaksanakan putusan ini, terhitung sejak tanggal putusan perkara ini sampai dengan tanggal dilunasinya seluruh hutangnya;

8. Meghukum Tergugatuntuk membayar segala biaya perkara yang timbul dalam perkara ini
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (EX
AQUO ET BONO)

Kormat kami,
Kuasa Hukum Penggugat

Thursday 5 April 2012

Bagian masing-masing ahli waris jika pewaris masih lajang

Siapa saja yang berhak atas warisan seorang lajang menurut hukum waris Islam bila yang bersangkutan tidak menulis wasiat? Perlu diketahui, keluarga yang masih hidup adalah ibu, 4 kakak, 7 adik. 1 kakak telah wafat dan mempunyai 3 anak, apakah 3 anak tersebut semuanya berhak atas warisan ? atau cukup diwakilkan oleh 1 orang yang tertua? Dan siapakah yang menentukan masing-masing besaran pembagian hak waris tersebut?

Kelompok ahli waris menurut Pasal 174 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) digolongkan berdasarkan hubungan darah dan hubungan perkawinan. Dalam hal ini pewaris meninggal tanpa meninggalkan anak dan/atau istri. Sehingga berdasarkan Pasal 174 ayat (2) KHI, yang dapat menjadi ahli waris adalah Ibu dari pewaris yang masih hidup. Bagian dari Ibu, yang merupakan Zawil Furud atau ahli waris golongan pertama, menurut Pasal 178 ayat (1) KHI adalah sebesar 1/6 bagian dari harta waris si pewaris.


Setelah dikeluarkan 1/6 bagian untuk Ibu, maka sisa 5/6 dari harta waris tersebut dibagikan kepada Ashabah, yaitu ahli waris yang mendapat sisa harta warisan pewaris setelah harta warisan tersebut dibagikan kepada golongan ahli waris pertama atau Zawil Furud, yaitu apabila melihat dari pertanyaan, berarti diberikan kepada saudara-saudara yang berjumlah 11 orang dengan pembagian berdasarkan perbandingan 2:1 apabila saudara-saudaranya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Apabila saudara-saudara dari pewaris terdiri dari laki-laki saja atau perempuan saja, maka pembagian dilakukan sama rata di antara para ahli waris


Kemudian, mengenai kakak dari pewaris yang meninggal terlebih dahulu dan meninggalkan tiga orang anak, berdasarkan Pasal 185 KHI ketiga anak tersebut dapat tampil sebagai ahli waris pengganti dengan menerima bagian dari ayahnya secara bersama-sama.

Tuesday 3 April 2012

Pencemaran Nama Baik

(310 Jo. 311 KUHP) Perlu dihapuskan atau tidak ? - Belakangan ini banyak sekali kalangan politisi, akademisi, Press, praktisi hukum bahkan aktivis HAM mempermasalahkan keberlakuan Pasal 310 dan 311 KUHP. Keberadaan pasal ini disinyalir menghambat demokrasi dan dianggap tidak dapat dipertahankan lagi dalam sistem hukum kenegaraan sehingga harus dihapuskan. Disamping itu pasal ini cenderung digunakan oleh pihak penguasa untuk memberangus dan membungkam lawan. Pandangan tersebut nampaknya ada benarnya, karena fakta menunjukan setiap kritikan, masukan dan upaya pembongkaran korupsi serta mafia hukum nampaknya pasal tersebut kerapkali digunakan untuk membungkam. Dan hasilnya sudah pasti justru si pengkritik yang harus berhadapan dengan persoalan hukum karena dianggap menista dan melakukan pencemaran nama baik. Hal ini bisa kita lihat dari kasus Susno Duadji, Ferdi Semaun , ICW dan lain-lain yang ketika melakukan kritik dan upaya pembongkaran korupsi dan mafia hukum (terlepas ada bukti atau tidak). Namun menurut penulis wacana penghapusan pasal tersebut terkesan reaksioner dan pragmatis, mengingat tidak pernah didukung dengan alasan-alasan yuridis.

Jika kita berfikir secara sosiologis dan yuridis mengenai keberlakuan pasal tersebut, kita dapat menilai apakah benar pengguganaan pasal tersebut hanya digunakan untuk membungkam aktivis, atau setidaknya apakah hanya mereka yang berkuasa yang bisa menggunakan pasal tersebut. Maka tentu saja dapat kita sepakati bahwa setiap warga Negara yang nama baiknya dicemarkan oleh seseorang dapat menggunakan pasal ini untuk melindungi harkat, martabat, nama baik dan kedudukannya sebagai warganegara yang dilindungi oleh konstitusi. Hal tersebut tampaknya perlu kita tegaskan, mengingat subjek hukum dalam setiap peraturan perundang-undangan tidak memandang strata dan kedudukan, dalam arti setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama didepan hukum, serta memiliki hak yang sama dalam setiap proses hukum untuk mencari keadilan.

Bahwa setidaknya untuk dapat dikatakan sebuah peraturan hukum yang berlaku dikatakan efektif atau tidak didalam sebuah masyarakat bisa kita nilai dengan pisau analisa yang biasa di pakai oleh para begawan hukum pada umumnya, yakni dengan memperhatikan aspek filosofis sosiologis dan yuridis. Ketiga hal ini pada umumnya sering digunakan oleh para yuris untuk menilai apakah sebuah peraturan perundang-undangan masih layak digunakan atau tidak dalam sebuah masyarakat, meskipun banyak anggapan bahwa KUHP kita merupakan warisan kolonial yang harus kita tinggalkan.

Jika kita kita hubungkan hal tersebut di atas dengan keberadaan Pasal 310 dan 311 KUHP yang nota bene merupakan warisan dan peninggalan kolonial sehingga harus ditinggalkan, adalah alasan yang tidak berdasar mengingat justru konstitusi kitalah yang membenarkan agar peraturan tersebut tetap ada. Adapun manfaat dari pasal tersebut diberlakukan berdasarkan ketentuan aturan peralihan untuk menghindari kekosongan hukum berkaitan dengan pencemaran nama baik. Bisa kah kita bayangkan jika ketentuan tersebut dinyatakan tidak berlaku. Tentu saja masyarakat yang nama baiknya tercemar akan kehilangan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan keadilan atas sebuah perbuatan yang menurut nalar dan akan sehat perbuatan fitnah dan pencemaran nama baik tersebut jelas merugikan.

Pada prinsipnya setiap warga Negara memiliki hak dan kehormatan yang melakat pada dirinya, salah satunya adalah nama baik. Jika kita bertanya kepada diri kita sendiri atau setidaknya kepada masyarakat, apakah mereka mau nama baiknya dicemarkan atau dituduh melakukan sesuatu padahal perbuatan tersebut tidak dilakukannya. Lalu kita kembali bertanya apakah dibenarkan jika dia mengambil upaya hukum agar si pelaku diberikan ganjaran/ hukuman karena telah merusak dan melukai kehormatan/nama baiknya. Tentu saja jawabannya adalah upaya hukum tersebut dibenarkan.

Contoh :
Si A merupakan seorang akademis di bidang hukum tata negara, pada suatu hari dia dimintakan oleh seorang pemohon untuk menjadi ahli dalam perkara uji materiil undang-undang anti rokok, dalam pejelasannya si A menerangkan bahwa UU anti rokok tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan seterusnya. Setelah beberapa hari munculah di media dan rumor yang keluarkan oleh si B bahwa si A telah menerima uang miliaran rupiah dalam memberikan keterangan ahlinya, dan selanjutnya si hakim pun tidak lepas dari fitnah tersebut dimana si hakim dituduh telah menerima sebuah rumah dan sejumlah uang agar memenangkan perkara tersebut.
Lalu apakah menurut nurani dan akal sehat si A dan si hakim dibenarkan melakukan upaya hukum untuk melindungi kehormatannya karena telah dicemarkan nama baiknya oleh si B ?
Hal ini tentu saja dibenarkan, mengingat dimasyarakat sendiri apabila terjadi rumor merekapun akan melakukan upaya untuk mengembailkan agar keadaan menjadi normal seperti sedia kala.

Berkaitan dengan padangan beberapa orang yang menganggap bahwa keberadaan pasal 310 jo. 311 KUHP dianggap tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan demokrasi karena pasal tersebut biasa dipakai oleh penguasa untuk melawan akktifis adalah alasan yang berlebihan dan tidak berdasar. Mengingat hingga saat ini belum ada penelitian yang ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan bahwa dalam perjalanan sejarah penegakan hukum di Republik Indonesia khususnya berkenaan dengan penggunaan pasal 310 Jo. 311 KUHP hanya digunakan oleh penguasa. Sehingga secara sosiologis alasan tersebut sama sekali tidak relefan, dan sangat subjektif.

Bahwa keberlakuan filosofis pada sebuah peraturan perundang-undangan adalah berkaitan dengan cita-cita dan tujuan hukum tersebut diciptakan, apakah dia diciptakan untuk membuat keadaan lebih baik dan sehingga bermafaat bagi masyarakat atau tidak.

Jika kita menelaah dari keberlakukan sosiologis, nampaknya secara filosofis dapat kita pahami bahwa maksud dari keberlakukan pasal tersebut bukanlah untuk menghalangi aktifis, atau hanya digunakan oleh penguasa untuk menghadapi kritik. Namun lebih dari itu setiap warga Negara yang memiliki nama baik dapat mjenggunakan pasal tersebut, karena tujuan dari pasal tersebut adalah untuk melindungi nama baik dan kehormatan seseorang di dalam masyarakat. Sehingga adalah tepat jika seseorang membuat sebuah opini dan berita tentang seseorang yang tidak sesuai dengan kebenarannya harus dihukum karena telah merugikan nama baik dan kehormatan orang tersebut. Perlu pula ditegaskan bahwa keberlakukan pasal ini untuk seluruh warga Negara, tidak hanya untiuk Presiden, menteri, penegak hukum, politisi atau pejabat negara, namun seluruh warga negara, tanpa memandang status sosial, baik guru, tukang becak, tukan buah atau buruh dapat menggunakan pasal ini jika kehormatannya dianiaya.

Jika kita menilai pasal 310 Jo. 311 KUHP dalam perspektif yuridis dalam arti apakah dia bertentangan dengan Konstitusi sehingga harus dibatalkan, maka tentu saja hal tersebut tidak benar. Karena keberlakukuannya dijamin oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam ketentuan perlaihan dimana peraturan-peraturan tersebut diberlakukan untuk menghindari kekosongan hukum. Disamping itu keberlakuan pasal ini mengikat seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya di khususkan bagi pemegang kekuasaan. Siapapun warga Negara yang merasa nama baiknya dicemarkan oleh orang lain, maka dapat mengambil upaya hukum dengan mengunakan pasal ini.

Perlu kita pahami bahwa dalam hukum pidana setidaknya kita harus memegang teguh asas-asas dari hukum pidana, dimana pemidanaan yang dijatuhkan oleh seorang hakim bukanlah sebuah putusan yang serta merta menghubungkan unsur-unsur dalam sebuah peraturan lalu dihubungkan dengan fakta-fakta yang terjadi dalam persidangan. Namun lebih dari itu dalam menjatuhkan sanksi seorang hakim pidana (tanpa terkecuali) memegang teguh asas-asas dalam hukum pidana, diantaranya asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa, kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah, dan asas keadilan.

Jika seseorang melakukan kritikan namun hal tersebut ditujukan bukan dengan maksud untuk mencemarkan nama baik maka tentu saja hakim akan membebaskan orang tersebut, karena tidak ada unsur kesengajaan dan kesalahan dalam peristiwa tersebut.

Namun penulis mengakui belakangan sangat banyak hakim-hakim kita yang menjatuhkan vonis pidana tanpa memperhatikan asas-asas hukum pidana, demikian halnya dengan pola kerja dan tingkahlaku Polisi dan jaksa yang terkadang memaksa dan merekayasa unsur-unsur pidana dalam sebuah pasal demi meraup segepok uang. Namun menurut penulis hal tersebut tidaklah berkaitan dengan demokratis atau tidaknya sebuah pasal, hal tersebut berkaitan mental dan budaya dari aparat penegak hukum. Karena sesungguhnya hukum itu adalah benda mati yang tidak bernyawa, yang diberlakukan sangat tergantung dari siapa yang akan menggunakannya.